Translate

Cek Semua No Resi Anda Di Sini

Jinayah Perampokan

A. Definisi

Tatanan moral Al quran harus kita ikuti dan kita patuhi untuk menciptakan suatu kehidupan yang hayati dan damai di bumi ini, sebab pada dasarnya Al quran itu merupakan sebuah kitab hidayah yakni petunjuk yang paling sempurna bagi kehidupan umat manusia. Al quran menyebutkan tentang hak-hak perekonomian dengan memerintahkan kepada kaum muslimin dalam Q.S.Adz-Dzariyaat:19

Artinya:

“Dan pada harta mereka ada hak tertentu bagi orang miskin yang meminta dan orang membutuhkan yang tidak meminta”

Dalam kandungan ayat terebut jagan di salah artikan bahwasannya orang yang miskin atau memerlukan harus merampok harta mereka yang kaya.

Hirabah berasal dari kata Harb yang artinya perang. Menurut buku Fiqh Sunnah jilid 9 karya Sayyid Sabiq, Hirabah adalah keluarnya gerombolan bersenjata didaerah islam untuk mengadakan kekacauan, penumpahan darah, perampasan harta, mengoyak kehormatan, merusak tanaman, peternakan, citra agama, akhlak, ketertiban dan undang-undang baik gerombolan tersebut dari orang islam sendiri maupun kafir Dzimmi atau kafir Harbi. Menurut buku yang berjudul Tindak Pidana dalam Syariat Islam karya Prof.Abdur Rahman I Doi Ph.D, Hirabah adalah suatu tindak kejahatan yang dilakukan oleh satu kelompok atau seorang bersenjata yang mungkin akan menyerang musafir atau orang yang berjalan dijalan raya atau ditempat manapun dan mereka merampas harta korbannya dan apabila korbannya berusaha lari dan mencari atau meminta pertolongan maka mereka akan menggunakan kekerasan. Sedangkan menurut buku Fiqh Jinayah (Upaya menanggulangi kejahatan dalam Islam) karya Prof.Drs.H.A.Djazuli, Hirabah adalah suatu tindak kejahatan yang dilakukan secara terang-terangan dan disertai dengan kekerasan. Jadi, Hirabah itu adalah suatu tindak kejahatan ataupun pengerusakan dengan menggunakan senjata/alat yang dilakukan oleh manusia secara terang-terangan dimana saja baik dilakukan oleh satu orang ataupun berkelompok tanpa mempertimbangkan dan memikirkan siapa korbannya disertai dengan tindak kekerasan.

Dalam teknis operasional Hirabah ini ada beberapa kemungkinan yaitu:

  1. Seseorang pergi dengan niat untuk mengambil harta secara terang-terangan dan mengadakan intimidasi, namun ia tidak jadi mengambil harta dan tidak membunuh,
  2. Seseorang pergi dengan niat untuk mengambil harta secara terang-terangan dan kemudian mengambil harta termaksud tetapi tidak membunuh,
  3. Seseorang berangkat dengan niat merampok kemudian membunuh tetapi tidak mengambil harta korban,
  4. Seseorang berangkat untuk merampok kemudian pelaku mengambil harta dan membunuh pemiliknya.

Al quran menjelaskan bahwa perampokan itu merupakan suatu dosa besar, dan dasar hukum Hirabah adalah Q.S.Al-Maidah:33

Artinya:

“Sesungguhna pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan dimuka bumi, hanyalah (mereka) dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara silang, atau dibuang dari negeri tempat kediamannya. Yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka didunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang berat”

Selain dari itu Rasulullah SAW juga melaknat bahwa pelaku Hirabah tidak pantas mengaku sebagai seorang Islam. Sabda Rasulullah SAW:

سن حمل علينا السلا ح فليس منا

Artinya:

“Barang siapa membawa senjata untuk mengacau kita, maka bukanlah mereka termasuk umatku!” (H.R.Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar)

B. Syarat-syarat Hirabah yang dapat Dijatuhi Hukuman

Untuk menjatuhi hukuman kepada pelaku Hirabah terdapat beberapa syarat, yaitu:

  1. Pelaku Hirabah Adalah Orang Mukallaf

Mukallaf adalah syarat untuk dapat ditegakkan suatu hadd padanya. Kemudian mukallaf adalah orang yang berakal dan dewasa. Anak kecil dan orang gila tidak tidak bisa dianggap sebagai pelaku Hirabah yang harus di hadd, sesungguhnya ia terlibat dalam sindikat hirabah. Karena anak kecil dan orang gila tidak bisa dibebani atau dihukum menurut syara.

  1. Pelaku Hirabah Membawa Senjata

Untuk dapat menjatuhkan hadd Hirabah disyaratkan pula bahwa dalam melancarkan Hirabah pelakunya terbukti membawa senjata, karena senjata itulah yang merupakan kekuatan yang diandalkan olehnya dalam melancarkan Hirabah. Bila pelaku tidak menggunakan atau membawa senjata maka tindakannya tidak bisa dikatakan Hirabah. Abu Hanifah mengatakan bahwasannya tindakan yang hanya bersenjatakan batu dan tongkat itu tidak di hukumi sebagai tindakan hirabah.

  1. Lokasi Hirabah Jauh Dari Keramaian

Sebagian ulama mengatakan bahwa lokasi Hirabah harus ditempat padang yang jauh dari keramaian, sebab apabila terjadi tindak kejahatan dikeramaian maka korban bisa meminta pertolongan sehingga kekuatan pelaku kejahatan dapat dipatahkan. Tetapi sebagian ulama juga mengatakan bahwa tindak kejahatan di tempat padang dan di tempat keramaian sama saja bernama Hirabah. Karena ayat mengenai Hirabah secara umum menyangkut segala Hirabah baik ditempat padang ataupun ditempat keramaian.

  1. Tindakan Hirabah secara terang-terangan

Tindakan Hirabah harus dilakukan secara terang-terangan sesungguhnya tidak dapat dikatakan Hirabah apabila dilakukan secara sembunyi-sembunyi adapun suatu tindak kejahatan secara sembunyi-sembunyi itu dinamakan dengan mencuri. Bila pelaku merebut harta kemudian melarikan diri maka itu disebut dengan penjambret atau perampas.

C. Hukum-Hukum Hirabah Yang Ditentukan Oleh Ayat Al quran

Hukuman Hirabah yang ditentukan oleh ayat Al quran ada empat macam yaitu:

  1. Dibunuh,
  2. Disalib,
  3. Dipotong tangan dan kakinya secara silang,
  4. Dibuang dari negeri tempat kediamannya.

Adapun pengklasifikasian jenis sanksi atas perbuatan yang dilakukan oleh pelaku, para ulama berbeda pendapat.

D. Hakim Dan Masyarakat Wajib Mengatasi Hirabah

Sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan dilakukan oleh khulafaurrasyidin setelah Rasulullah SAW tiada, mewujudkan ketertiban dan keamanan adalah tanggung jawab bersama antara masyarakat itu sendiri dan hakim. Jadi, bila ada sindikat yang mengacau perjalanan dan mengganggu stabilitas keamanan, maka hakim wajib bertindak menyergap sindikat itu. Manfaat dari kerjasama antara masyarakat dan hakim dalam menyergap sindikat Hirabah salah satunya adalah situasi menjadi tentram dan aman terkendali. Dengan demikian masyarakat dapat menghirup nikmatnya ketentraman dan menekuni pekerjaannya dengan baik yang bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

E. Hapusnya Hukuman

Hukuman Hirabah dapat hapus karena tobat sebelum berhasil dibekuk dan sebab-sebab yang menghapuskan hukuman pada kasus pencurian yakni:

  1. Terbukti bahwa dua orang saksinya itu dusta dalam persaksiannya,
  2. Pelaku menarik kembali pengakuannya,
  3. Mengembalikan harta yang dicuri sebelum diajukan ke sidang, (Menurut Imam Abu Hanifah)
  4. Dimilikinya harta yang dicuri itu dengan sah oleh pencuri sebelum diajukan ke pengadilan. (Menurut Imam Abu Hanifah)

Sebagaimana firman Allah SWT tentang sindikat Hirabah yang mengadakan pengerusakan diatas bumi kemudian mereka bertobat sebelum sindikat itu dibekuk maka Allah SWT sesungguhnya akan mengampuni atas apa yang telah dilakukan oleh sindikat itu dan mereka tidak akan dijatuhi hukuman Hirabah. Firman Allah SWT Q.S.Al-Maidah:33-34

Artinya:

“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan diatas bumi, hanyalah mereka dibunuh atau salib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bersilang atau dibuang dari negeri tempat kediamannya. Yang demikian itu sebagai penghinaan untuk mereka didunia dan diakhirat mereka beroleh siksaan yang besar, kecuali orang-orang yang tobat (diantara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka, maka ketahuilah bahwasannya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Tobatnya sindikat Hirabah sebelum mereka dapat dibekuk adalah merupakan suatu pertanda mereka mulai sadar, insyaf, dan memiliki maksud hendak memperbaiki hidupnya menjadi bersih, dan menjauhi pengerusakan diatas bumi dengan jalan Hirabah.

Mengenai masalah tobatnya para pelaku Hirabah ini, Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayah Al Mujtahid memberi ulasan akan apa yang dapat digugurkan oleh tobat, para ulama masih berbeda pendapat satu sama lain dan perbedaan itu dikategorikan menjadi empat kelompok yaitu:

  1. Tobat hanya dapat menggugurkan hadd hirabah saja. Sedangkan hak-hak Allah SWT dan manusia lainnya tetap dituntut. (Pendapat Malik)
  2. Tobat dapat menggugurkan hadd Hirabah dan semua hak Allah SWT, seperti hak dan tuntutan terhadap perbuatan zina, meminum minuman keras, dan sebagainya. Sedangkan hak manusia tetap dituntut kecuali bila pihak korban telah memaafkan.
  3. Tobat menggugurkan semua hak Allah, tetapi tetap dituntut hak manusia dalam kasus pembunuhan dan perampasan harta yang masih ada pada pelaku Hirabah.
  4. Tobat menggugurkan semua hak manusia, baik dalam kasus pembunuhan maupun perampasan harta, kecuali harta yang masih ada pada pelaku Hirabah.

Adapun syarat-syarat bertobat adalah harus tobat lahir dan batin. Fiqh hanya dapat menyoroti lahirnya saja. Karena tidak ada yang mengetahui batin kecuali Allah SWT dan bila pelaku Hirabah bertobat sebelum dibekuk maka tobatnya akan diterima. Dan wajiblah atas imam untuk menerima kedatangan pelaku hirabah yang bertobat sebelum dibekuk.

F. Pembelaan Manusia Pada Dirinya Sendiri Dan Orang Lain

Bila ada penjahat menyerang dan hendak membunuh, merampas harta dan merusak kehormatan orang lain, maka calon korban memiliki hak untuk melawan penjahat itu sebagai pembelaan dan pertahanan pada nyawanya, hartanya, dan kehormatannya. Langkah untuk membela diri adalah sicalon korban melawan dengan perkataan, menjerit, dan meminta pertolongan bila hal itu bisa mengelakkan penjahat. Bila tidak bisa maka pukullah penjahat itu, kemudian bila penjahat itu tidak bisa dielakkan lagi kecuali dengan pembunuhan maka bunuhlah penjahat itu dan tidaklah ada qishas, kafarat atau tebusan yang wajib atas diri pembunuhnya

Allah berfirman dalam Q.S.Asy-Syura:41

Artinya:

“Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosapun atas mereka!”

Daftar Pustaka

  1. Fiqh Sunnah Jilid 9, Sayyid Sabiq
  2. Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam), Prof.Drs.H.A.Djazuli
  3. Tindak Pidana dalam Syari’at Islam, Prof.Abdur Rahman I Doi Ph.D.